Jumat, 18 Maret 2011

perisai diri

Perisai Diri merupakan salah satu organisasi beladiri yang menjadi anggota IPSI, induk olahraga resmi pencak silat di Indonesia di bawah KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Perisai Diri menjadi salah satu dari sepuluh perguruan silat yang mendapat predikat Perguruan Historis karena mempunyai peran besar dalam sejarah terbentuk dan berkembangnya IPSI.

Teknik silat Perisai Diri mengandung unsur 156 aliran silat dari berbagai daerah di Indonesia ditambah dengan aliran Shaolin (shauw liem) dari Tiongkok. Pesilat diajarkan teknik beladiri yang efektif dan efisien, baik tangan kosong maupun dengan senjata. Metode praktis dalam Perisai Diri adalah latihan serang hindar yang mana menghasilkan motto "Pandai Silat Tanpa Cedera".

Sejarah Perisai Diri
Pada tanggal 8 Januari 1913 di lingkungan kraton Pakoe Alam di Yogyakarta lahirlah seorang putra dari RM Pakoesoedirjo yang diberi nama RM Soebandiman Dirdjoatmodjo (panggilan akrab=pak dirjo), ia adalah putra pertama RM Pakoesoedirdjo (buyut dari Pakoe Alam II). Sejak berusia 9 tahun ia telah dapat menguasai ilmu pencak silat yang ada dilingkungan keraton sehingga mendapat kepercayaan untuk melatih teman-temannya dilingkungan daerah Pakoe Alaman. Disamping pencak silat ia juga belajar menari di istana Pakoe Alam sehingga berteman dengan Wasi dan Bagong Kusudiardjo.

Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil dengan nama Soebandiman atau Bandiman oleh teman-temannya ini merasa belum puas dengan ilmu silat yang telah didapatnya di lingkungan keraton/ istana Pakoe Alam itu. Karena ingin meningkatkan ilmu silatnya, pada tahun 1903 setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool0 atau sekolah menengah pendidikan guru setingkat SMP, ia meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki. Tempat yang dikunjungi pertama adalah Jombang, Jawa Timur.

Disana ia belajar silat pada Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan lainya diperoleh dari pondok pesantren Tebuireng. Disamping belajar, ia juga bekerja di pabrik gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya. Setelah menjalani gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, ia kembali ke barat dan sampailah di Solo. Ia belajar silat pada Sayid Sahab di Solo, ia juga belajar kanuragan pada kakeknya Ki Jogosurasmo.

Ia masih belum merasa puas untuk menambah ilmu silatnya. Tujuan berikutnya adalah Semarang, disana ia belajar silat pada Soegito dari aliran Setia Saudara. Dilanjutkan dengan mempelajari ilmu kanuragan di pondok Randu Gunting Semarang. Rasa ingin tahu yang besar pada ilmu beladiri menjadikanya masih belum juga puas dengan apa yang telah ia miliki. Dari sana ia menuju Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan. Disana ia belajar ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosanya selalu menimba ilmu dari berbagai guru. Selain itu beliau juga belajar silat Minangkabau dan Aceh.

Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuatnya tidak bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Ia yakin bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Iapun mulai meramu ilmu silatnya sendiri. Pak Dirjo lalu menetap di Parakan, Banyumas. Pada tahun 1936 membuka perkumpulan pencak silat dengan nama Eka Kalbu yang berarti Satu Hati.

Di tengah kesibukannya melatih, ia bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), namanya adalah Yap Kie San. Yap Kie San adalah salah seorang cucu murid Louw Djing Tie dari Hook Tik Tjay. Menurut catatan sejara, Louw Djing Tie merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Dalam dunia persilatan, Louw Djing Tie dijuluki sebagai "Si Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Saat ini murid-murid penerus Louw Djing Tie di Indonesia mendirikan perguruan kungfu Garuda Emas.

Bagi pak Dirdjo menuntut ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa, lalu ia pun mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari Yap Kie San selama 14 tahun. Ia diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie San. Melihat bakat pak Dirdjo, Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.

Berbagai cobaan dan gemblengan beliau jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil mencapai puncak latihan ilmu dari Yap Kie San. Murid Yap Kie San yang sanggup bertahan hanya 6 orang, diantaranya ada dua orang bukan orang Tionghoa, yaitu pak Dirdjo dan R Brotosoetardjo yang di kemudian hari mendirikan perguruan silat Bima (Budaya Indonesia Mataram). Dengan bekal yang telah diperoleh selama merantau dan digabungkan dengan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang diterima dari Yap Kie San, pak Dirdjo mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu.

Setelah puas merantau, ia kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro (bapak pendidikan) yang masih pakdenya meminta pak Dirdjo melatih di lingkungan perguruan Taman Siswadi Wirogunan. Di tengah kesibukannya mengajar silat di Taman Siswa, pak Dirdjo mendapat pekerjaan sebagai Magazie Meester di pabrik gula Plered.

Pada tahun 1947 di Yogyakarta pak Dirdjo diangkat menjadi pegawai negeri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan seksi Pencak Silat yang dikepalai oleh Mochammad Djoemali. Dengan tekad mengembangkan silat, ia mengajar di Himpunan Siswa Budaya (sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM/Universitas Gajah Mada. Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya. Beberapa murid pak Dirdjo saat itu diantaranya adalah IR Dalmono yang kini berada di Rusia, Prof Dr Suyono Hadi (dosen Universitas Padjajaran Bandung), dan Bambang Mujiono Probokusumo yang di kalangan pencak silat di kenal dengan nama panggilan Mas Siwuk.

Tahun 1954 pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Propinsi Jawa Timur di Surabaya. Murid-muridnya di Yogyakarta baik yang berlatih di UGM maupun yang diluar UGM bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia) yang diketuai oleh IR Dalmono.Tahun 1955 ia resmi pindah dinas ke kota Surabaya. Di sanalah ia dengan dibantu oleh Imam Ramelan mendirikan kursus silat Perisai Diri pada tanggal 2 Juli 1955.

Para muridnya di Yogyakarta kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai silat Peerisai Diri. Disisi lain murid-murid perguruan silat Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh pak Dirdjo masih berhubungan dengannya. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo dan Yogyakarta. Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah. Murid-murid pak Dirdjo sebelum nama Perisai Diri muncul hingga kini banyak yang masih hidup. Usia mereka berkisar antara 65 tahun hingga 70 tahun lebih dan masih bisa dijumpai di Kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.

Pengalaman yang diperoleh selama pengembaraanya dan ilmu silat Siauw Liem Sie yang dikuasainya kemudian dicurahkannya dalam bentuk teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa gerak. Semuanya berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Dengan motto "Pandai silat tanpa cedera", Perisai Diri di terima oleh berbagai lapisan masyarakat untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri.

Pada tahun 1969 Dr Suparjono SH MSi (yang saat ini menjabat sebagai ketua dewan pendekar) menjadi staf Bidang Musyawarah PB PON VII di Surabaya. Dengan inspirasi dari AD?ART organisasi-organisasi di KONI Pusat yang sudah ada, Suparjono bersama Bambang Mujiono Probokusumo, Totok Sumartono, Mondo Satrio dan anggota Dewan Pendekar lainnya pada tahun 1970 menyusun AD/ART Perisai Diri dan nama lengkap organisasi Perisai Diri disetujui menjadi Keluarga Silat Nasional Indonesia PERISAI DIRI yang disingkat Kelatnas Indonesia PERISAI DIRI. Dimusyawarahkan juga mengenai pakaian seragam silat Perisai Diri yang baku, yang tadinya berwarna hitam dirubah menjadi putih dengan atribut tingkatan yang berubah beberapa kali hingga terakhir seperti yang dipakai saat ini. Lambang Perisai Diri juga dibuat dari hasil usulan Suparjono, Both Sudargo dan Bambang Priyokuncoro yang kemudian disempurnakan dan dilengkapi oleh pak Dirdjo.

PERGURUAN BETAKO MERPATI PUTIH


Merpati Putih merupakan kependekan dari kalimat dalam bahasa jawa, yaitu :
Mersudi patitising tindak pusakane titising hening (mencari tindakan yang paling tepat dalam keheningan/ mencari kebenaran dalam ketenangan)
Manunggalno estining roso pikiran ati tumuju ing pangeran udinen tataran ingkang hagung (menyatukan cipta karsa rasa pikiran dan hati kepada Allah swt untuk mencapai kemuliaan)

Sehingga diharapkan anggotanya menyelaraskan hati dan pikiran dalam setiap tindakanya. Selain itu PPS Betako Merpati Putih memiliki motto "Sumbangsihku tak berharga tapi keikhlasanku nyata".

Merpati Putih merupakan warisan budaya peninggalan nenek moyang Indonesia yang pada awalnya merupakan ilmu keluarga keraton yang diwariskan secara turun temurun, yang pada akhirnya atas wasiat sang guru ilmu Merpati Putih diperkenalkan dan disebar luaskan dengan maksud untuk ditumbuh kembangkan agar berguna bagi negara.

Awalnya aliran ini dimiliki oleh Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwhun Kanjeng Susuhunan Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro kemudian ke BPH Adiwidjojo (Grat-I), lalu setelah Grat ketiga (R Ay Djojoredjoso ilmu yang diturunkan dipecah menurut spesialisasinya sendiri-sendiri, seni beladiri ini mempunyai 2 saudara lainya, yaitu bergelar Gagak Samudro dan Gagak Seto. Gagak Samudro diwariskan ilmu pengobatan dan Gagak Seto ilmu sastra. Untuk seni bela diri diturunan kepada Gagak Handoko (Grat-IX). Dari Gagak Handoko inilah akhirnya turun temurun ke Mas Saring lalu Mas Poeng dan Mas Budi menjadi PPS Betako Merpati Putih. Hingga kini kedua saudara seperguruan lainya tidak pernah diketahui keberadaan ilmunya dan masih tetap dicari hingga saat ini di tiap daerah di tanah air guna menyatukan kembali.

Secara jelas inilah silsilah penurunan PPS Betako Merpati Putih :
  1. BPH Adiwidjojo (Grat-I)
  2. PH Singosari (Grat-II)
  3. R Ay Djojoredjoso (Grat-III)
  4. Gagak Handoko (Grat-IV)
  5. RM Rekso Widjojo (Grat-V)
  6. R Bongso Djojo (Grat-VI)
  7. Djo Premono (Grat0VII)
  8. RM Wongso Djojo (VIII)
  9. Kromo Menggolo (Grat-IX)
  10. Saring Hadi Poernomo (Grat-X)
  11. Poerwoto Hadi Poernomo dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Grat-XI)

Gagak Handoko mendirikan perguruan di sekitar kawasan Bagelen dan akhirnyaperguruan itu hijrah hingga daerah bagian utara pulau jawa. Sedangkan Gagak Samudra mendirikan perguruannya di sekitar gunung Jeruk, tepatnya di kawasan Perbukitan Menoreh. Begitu pula terhadap Gagak Seto mendirikan perguruanya disekitar Magelang Jawa Tengah. Bila dilihat dari silsilahnya perguruan silat Merpati Putih yang berkembang saat ini merupakan turunan langsung dari garis keturunan Gagak Handoko.

Perlu diingat beliau sempat melakukan pengembaraan yang cukup panjang sebagai upaya untuk mencari kedua saudaranya yang selalu melakukan pengambaraan di seluruh penjuru tanah air. Indonesia. Di dalam pengembaraannya Gagak Handoko menggunakan nama samaran yaitu Ki Bagus Karto. Hal ini agar tidak mudah dikenal oleh khalayak ramai. Sayang dalam uapaya pencarian saudaranya tidak mengahsilkan titik terang dan akhirnya sang pendekar kembali ke padepokanya guna mengembangkan ilmu silatnya sendiri.

Mengingat usianya yang telah lanjut maka beliau memberi mandat kepada RM Rekso Widjojo untuk melanjutkan tugas suci dalam mengembangkan perguruannya. Pada akhir hayatnya sang Maha Guru wafat dan kemudian dimakamkan di gunung Jeruk. Dibawah kepemimpinan RM Rekso Widjojo perguruan mengalami kemunduran. Setelah menyadari keadaan tersebut maka ia menyerahkan kepemimpinanya kepada seorang keturunanya yaitu R Bongsodjojo yang tinggal di kawasan Ngulakan Wates. Pada hakekatnya RM Rekso Widjojo sendiri selalu mengikuti jejak ayahnya untuk mencari kesempurnaan hidup baginya d wilayah gunung Jeruk.

Nampaknya perguruan yang di pimpin oleh R Bongso Djojo pun tidak berkembang pesat sehingga mengalami kemunduran sampai pada masa kepemimpinan RM Wongso Widjojo. Dalam era kepemimpinan RM Wongso Widjojo pewaris kepemimpinan dalam perguruan tidak berlanjut. Mengingat beliau tidak mempunyai keturunan maka untuk meneruskan kepemimpinan, ia menunjuk 3 orang yang masih terhitung cucunya, yaitu R Siswopranoto, Sarengat dan Saring Siswo Hadipoernomo untuk menjadi muridnya.

Dari ketiga cucunya yang paling tekun dan bersungguh-sungguh mendalami ilmu bela diri ini adalah R Saring Hadi Poernnomo. Pengembangan ilmu yang diwariskan padanya ternyata cukup menggembirakan. Itu karena beliau sendiri yang menganggap ajaran perguruan yang diwariskan padanya kurang lengkap, maka ia berusaha melengkapinya dengan ajaran Gagak Seto dan Gagak Samudra untuk kemudian digabungkan dengan ilmu yang telah dimilikinya.

Raden Saring Hadi Poernomo ternyata berhasil melalui pengembangan yang dilakukanya dan kemudian diturunkan langsung kepada kedua anak lelakinya yaitu Poewoto dan Budi Santoso. Keduanya inilah yang mendapat gemblengan keras hingga menguasai benar ilmu ajaran ayahnya itu. Pada tahun 1982 Raden Saring mengamanahkan kepada kedua anaknya untuk mengembangkan ilmu mereka untuk kepentingan masyarakat luas. Mereka diminta menyebarkan ilmu yang semula milik keluarga itu.

Berkat usaha keras kedua putra pewaris ilmu keluarga itu, maka pada tahun 1983 berdirilah Perguruan Merpati Putih yang merupakan singkatan dari "Mersudi Patitising Tindak Pusakane Titising Hening" yang berarti mencari sampai mendapat tindak yamg benar dalam keheningan.

satria nusantara

DR. Drs. H. Maryanto (pendiri Satria Nusantara) dilahirkan pada tanggal 4 April 1962 di Kisaran, Sumatra Utara. Memiliki silsilah unik, yaitu pihak ibu berdarah campuran Batak-Cina dan pihak bapak berdarah campuran Jawa-Cina. Beliau sejak kecil siangkat oleh orang Jawa. Masa remaja sampai dewasa dibesarkan dilingkungan Muhammadiyah, Kauman Yogyakarta.

Sejak usia 11 tahun sudah hobi membaca dan belajar sendiri sesuatu yang berhubungan dengan bela diri dan pernafasan. Pernah berguru di berbagai perguruan seperti Prana Sakti, Sinar Putih, Tapak Suci, Yoga, Taichi dan Kungfu, Pernafasan aliran Jawa, Silat Stroom dsb.

Senang menggabungkan hasil penelitian ilmah di Barat, penalaran dan renungan diri serta apa yang dipelajarinya secara tradisional maupun bacaan. Bercita-cita menjadi seorang dokter sehingga banyak mempelajari ilmu kesehatan dan sejak usia 16 tahun sudah senang mengobati orang sakit. Latar belakang Muhammadiyah dan ilmu eksakta melengkapi pengembangan seutuhnya dirinya, sehingga terciptalah ilmu seni pernafasan Satria Nusantara yang diharapkan dapat dipertanggung jawabkan dari sudut agama, kesehatan dan ilmu pengetahuan.

Kemudian mendirikan Perguruan Beladiri Tenaga Dalam Satria Nusantara pada tanggal 31 Agustus 1985 di Yogyakarta yang satu tahun kemudian disempurnakan dalam bentuk badan hukum Yayasan dengan amal usaha yang sekarang disebut Lembaga Seni Pernafasan Satria Nusantara.

Nama Satria Nusantara diambil dari gabungan kata-kata / bahasa sansekerta, yaitu :
Sat (enam), Tri (tiga), A (daya/ kekuatan), Nusa Antara (nusanara=gabungan dari berbagai ilmu kesehatan, ilmu pengetahuan dll).
Jadi ilmu satria nusantara adalah ilmu pengembangan enam indra manusia dengan tiga kekuatan yaitu: nafas, jurus, dan konsentrasi/ dzikir yang asal usulnya dari gabungan berbagai aliran ilmu, diseleksi dengan filter agama, kesehatan, pengetahuan dll sebatas kemampuan penalaran, wawasan, penelitian, dan percobaan beliau sebagai manusia.

setia hati winongo

Sejarah persaudaraan "Setia-Hati" disingkat S-H berawal pada tahun 1903 yaitu dengan didirikanya persaudaraan SEDULUR TUNGGAL KECER dikampung Tambak Gringsing-Surabaya oleh almarhum Bpk Ki Ngabehi Soerodwirjo dengan nama kecilnya Masdan. Saat itu nama permainan seni pencak silatnya adalah JOYO GENDILO dan hanya dengan 8 murid didahului oleh 2 saudara yaitu Noto/ Gunadi (adik kandung Ki Ngabehi Soerodwirjo) dan Kenevel Belanda. Pada tahun 1915 nama permainan seni pencak silatnya berubah menjadi JOYO GENDILO CIPTO MULYO. Organisasi itu mendapat hati di kalangan masyarakat pada tahun 1917 setelah melakukan demonstrasi pencak silat terbuka di alun2 kota Madiun dan menjadi populer di masyarakat karena memiliki gerakan unik penuh seni dan bertenaga. Pada tahun 1917 inilah oleh Ki Ngabehi Soerodwirjo diganti nama menjadi PERSAUDARAAN SETIA HATI.

Ki Ngabehi Soerodwirjo wafat pada tanggal 10 Nov 1944, dimakamkan di makam desa Winongo,Madiun. Ibu Soerodwirjo (ibu Surijati) wafat pada tanggal 6 April !969 di makamkan di Winongo juga.

Tujuan/ sasaran SH yang ditempuh adalah : Bela negara, mengolah raga dan batin untuk mencapai keluhuran budi guna mendapatkan kesempurnaan hidup, kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin di dunia dan akhirat, dengan jalan mengajarkan SILAT (Pencak Silat) sebagai olahraga atas dasar jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat pula, yaitu dengan meninggalkan semua yang menjadi larangan Allah dan melaksanakan semua perintah-perintahNya (MENS SANA IN CORPORE SANO-AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR). SH mengenal falsafah kesosialan tanpa batas dari hindu yang berbunyi TAT TWAM ASI (ia adalah kamu) serta falsafah Jawa KEMBANG TEPUS KAKI (yen dijiwit kroso loro ojo njiwit liyan/ kalau dicubit terasa sakit jangan mencubit orang lain).

Jelaslah bahwa ajaran ini ajaran yang mulia edi peni dan adi luhung. Oleh karena itu tidak mengherankan bagi kita bahwa segala bangsa dan semua agama dapat menerimanya, khususnya bangsa Indonesia.

Sejak tahun 1964, SH mengalami kemunduran, tidak begitu aktif, hal ini tidak lain disebabkan keadaan juga, sebagian besar saudara2 SH sudah banyak yg lanjut usia, ditambah lagi dengan semakin kurangnya penerimaan saudara baru. Banyak saudara SH yang sudah sepuh satu persatu meninggal dunia, sedangkan yang masuk menjadi saudara SH dapat dikatakan hampir tidak ada. Kalau keadaan yg demikian dibiarkan terus-menerus maka SH lambat laun akan mengalami kepunahan.

Untuk menghindari hal tersebut serta untuk melestarikan ajaran yang edi peni dan adi luhung tersebut, maka pd tanggal 15 Oktaber 1965 bapak Soewarno merasa terpanggil untuk bergerak (mengaktifier) kegiatan2 SH dengan serentak. Gerakan ini mendapat perhatian yang besar dari para pemuda dan dukungan yang kuat dari masyarakat, yang akhirnya berdaya guna untuk membantu HANKAM serta ikut Memayu Hayuning Bawono, membantu negara/ pemerintah dalam bidang ketertiban dan keamanan.

Dengan meningkatkan latihan jasmani (pencak) dan latihan rohani (iman dan takwa kepada Allah), maka dapat diharapkan pemuda kita sebagai generasi penerus akan menjadi kader bangsa yang militan yang sangat berguna bagi kepentingan bangsa dan negara.

Kepada para Tunas Muda "SH" diajarkan pelajaran pencak silat yang berasal dari para pendekar terkenal (sembilan orang pendekar) dan yang terakhir dari bapak Ki Ngabehi Soerodwirjo, saudara tertua dalam Persaudaraan "Setia Hati" Winongo. Dengan metode ini maka seluruh pelajaran dengan mudah diserap oleh para Tunas-Tunas Muda yang dapat berhasil dengan sukses.

Dalam penerimaan SH Tunas Muda harus dilakukan pengesahan terlebih, dengan di sahkan seseorang akan resmi menjadi warga. Karena ilmu-ilmu SH hanya boleh diketahui oleh warganya dan dilarang mengajarkanya kepada yang bukan warga. Untuk pelajaran tingkat lanjut baik itu akan diikuti atau tidak oleh seorang warga, itu merupakan kesadaran dari warga tersebut karena dalam SH tidak ada paksaan.

Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo selain di Madiun tidak pernah membuka perguruanya dimanapun seperti perguruan silat yang lain, jika ada itu hanyalah sebagai tempat berlatih dan silaturahmi saja. Seluruh saudara baru Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo baik dari Madiun, luar Madiun bahkan Mancanegara untuk menjadi saudara harus datang dan diKECER di Madiun, Jawa Timur. Hal ini untuk menjaga kemurnian aliran S-H mereka
dan itulah yang menjadikan ikatan persaudaraan dalam perguruan ini sangat indah.

kera sakti

IKS PI (Ikatan Keluarga Silat "Putra Indonesia) ketika perguruan mulai berkembang diberi nama tambahan "Kera Sakti" dibelakangnya. Hal ini adalah karena masyarakat maupun murid-murid perguruan ini lebih mengenal nama jurus perguruan yaitu teknik jurus keranya daripada nama asli perguruan. Untuk itu selanjutnya dalam memudahkan pencarian identitas perguruan sekaligus secara tidak langsung menambah wibawa nama perguruan maka disebutlah IKS PI Kera Sakti.

Bapak Totong Kiemdarto lahir pada tanggal 20 Oktober 1953 di Madiun. Sebagai pendiri sekaligus guru besarnya, ia mengajarkan pelajaran silat monyet dan kerohanian untuk memantapkan fisik dan iman siswa dan siswi yang selaras dengan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yang sehat lahir maupun batin dan berjiwa pancasila.

Pada mulanya perguruan ini hanya dikenal di lingkungan masyarakat desa Nambangan Lor saja tetapi pada sekitar 1983 beberapa murid angkatan I dan II mulaimengembangkan ajaran perguruan di beberapa tempat, yaitu SMAN 3 Madiun, Lanuma Iswahyudi dan Dempel. Baru kemudian menyusul berkembang ditempat lain yang tidak saja di wilayah eks Karesidenan Madiun tetapi juga diluar Madiun.

tapak suci




















Kiyai Haji (K.H.) Syuhada pada tahun 1872 memiliki seorang putera yang diberi nama Ibrahim. Sejak kecil ia menerima ilmu pencak dari ayahnya. Ibrahim tumbuh menjadi Pendekar yang menguasai pencak ragawi dan batin / inti tetapi sekaligus Ulama yang menguasai banyak ilmu, kemudian berganti nama menjadi K.H. Busyro Syuhada.
Pada awalnya K.H.Busyro Syuhada mempunyai 3 murid, yaitu :
- Achyat ( adik misan ), yang kemudian dikenal dengan K.H. Burhan
- M.Yasin ( adik kandung ), yang dikenal dengan K.H. Abu Amar Syuhada
- Soedirman, yang dikemudian hari mencapai pangkat Jenderal dan pendiri Tentara promoted Panglima Nasional Indonesia, bahkan bergelar Panglima Besar Soedirman.
Pada tahun 1921 di Yogyakarta, bertemulah K.H. Busyro Syuhada dengan kakak beradik Ahmad Dimyati dan Muhammad Wahib. Dalam kesempatan itu mereka adu ilmu pencak antara M. Wahib dan M. Burhan. Kemudian A. Dirnyati dan M. Wahib dengan pengakuan yang tulus mengangkat K.H. Busyro Syuhada sebagai guru dan mewarisi ilmu pencak dari K.H. Busyro Syuhada yang kemudian menetap di Kauman. Menelusuri jejak gurunya, Ahmad Dimyati mengembara ke barat sedang M. Wahib mengembara ketimur sampai ke Madura untuk menjalani adu kaweruh ( uji ilmu ). Pewaris ilmu banjaran, mewarisi juga sifat-sifat gurunya M. Wahib sebagaimana K.H. Busyro Syuhada, bersifat keras, tidak kenal kompromi, suka adu kaweruh. Untuk itu sangat menonjol nama M. Wahib dari pada A. Dimyati. Sedang A. Dimyati yang banyak dikatakan ilmunya lebih tangguh dari pada adiknya M. Wahib tetapi karena pendiam dan tertutup maka tidak banyak kejadian-kejadian yang dialami.

Sebagaimana M. Burhan yang mempunyai sifat dan pembawaan sama dengan A. Dimyati. K. H. Busyro Syuhada pernah menjadi guru pencak untuk kalangan bangsawan dan keluarga Kraton Yogyakarta. Salah satu diantara muridnya adalah R.M. Harimurti, seorang pangeran kraton, yang dikemudian hari beberapa muridnya mendirikan perguruan–perguruan pencak silat yang beraliran Harimurti.


Kauman, Seranoman dan Kasegu
Pendekar Besar KH Busyro Syuhada memberi wewenang kepada pendekar binaannya, A. Dimyati dan M. Wahib untuk membuka perguruan dan menerima murid. Perguruan baru yang didirikan pada tahun 1925 itu diberi nama Perguruan "Kauman", yang beraliran Banjaran.

Perguruan Kauman mempunyai peraturan bahwa murid yang telah selesai menjalani pendidkan dan mampu mengembangkan ilmu pencak silat diberikan kuasa untuk menerima murid.

M. Syamsuddin yang menjadi murid kepercayaan Pendekar Besar M..Wahib diangkat sebagai pembantu utama; dan dizinkan menerima murid. Kemudian mendirikan perguruan ”Seranoman". Perguruan Kauman menetapkan menerima siswa baru, setelah siswa tadi lulus menjadi murid di Seranoman. Perguruan Seranoman melahirkan pendekar muda Moh. Zahid, yang juga lulus menjalani pendidikan di perguruan Kauman. Moh. Zahid yang menjadi murid angkatan ketiga (3) bahkan berhasil pula mengembangkan pencak silat yang berintikan kecepatan; kegesitan, dan ketajaman gerak. Tetapi murid ketiga ini pada tahun 1948, wafat pada usia yang masih sangat muda. Tidak sempat mendirikan perguruan baru tetapi berhasil melahirkan murid, Moh. Barie lrsjad.

Pendekar Besar KH Busyro Syuhada berpulang ke Rahmatullah pada bulan Ramadhan 1942. Pendekar Besar KH Busyro Syuhada bahkan tidak sempat menyaksikan datangnya perwira Jepang, Makino, pada tahun 1943 yang mengadu ilmu beladirinya dengan pencak silat andalannya. Makino mengakui kekurangannya dan menyatakan menjadi murid Perguruan Kauman sekaligus menyatakan masuk Islam kemudian berganti nama menjadi Omar Makino. Pada tahun 1948 Pendekar Besar KH Burhan gugur bersama dengan 20 muridnya dalam pertempuran dengan tentara Belanda di barat kota Yogyakarta. Kehilangan besar pesilatnya menjadikan perguruan Kauman untuk beberapa sa’at berhenti kegiatannya dan tidak menampakkan akan muncul lagi Pendekar. Moh. Barie lrsjad sebagai murid angkatan keenam (6) yang dinyatakan lulus dari tempaan ujian Pendekar M. Zahid, M. Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati kemudian dalam perkembangan berikutnya mendirikan perguruan "Kasegu"

Kalau perguruan-perguruan sebelumnya diberi nama sesuai dengan tempatnya. Perguruan Kasegu diberikan nama sesuai dengan senjata yang diciptakan oleh Pendekar Moh. Barie Irsjad.

Lahirnya Tapak Suci
Moh. Barie lrsjad akhirnya mengeluarkan gagasan agar semua aliran Banjaran yang sudah berkembang dan terpecah-pecah dalam berbagai perguruan, disatukan kembali ke wadah tunggal.
Pendekar Besar M. Wahib merestui berdirinya satu Perguruan yang menyatukan seluruh perguruan di Kauman. Restu diberikan dengan pengertian Perguruan nanti adalah kelanjutan dari Perguruan Kauman yang didirikan pada tahun 1925 yang berkedudukan di Kauman.

Pendekar M. Wahib mengutus 3 orang muridnya. dan M. Syamsuddin mengirim 2 orang muridnya untuk bergabung. Maka Pendekar M. Barie Irsjad bersama sembilan anak murid menyiapkan segala sesuatunya untuk mendirikan Perguruan.

Dasar-dasar perguruan Kauman yang dirancang oleh Moh. Barie lrsjad, Moh. Rustam Djundab dan Moh. Djakfal Kusuma menentukan nama Tapak Suci. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dikonsep oleh Moh Rustam Djundab. Do’a dan lkrar disusun oleh H. Djarnawi Hadikusuma. Lambang Perguruan diciptakan oleh Moh. Fahmie Ishom, lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Suja', lambang Regu Inti "Kosegu" diciptakan Adjib Hamzah. Sedang bentuk dan warna pakaian dibuat o!eh Moh. Zundar Wiesman dan Anis Susanto.
Maka pada tanggal 31 Juli 1963 lahirlah Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci.